Batammoranews.com, Minggu 24 Agustus 2025

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Banyuasin – Penerapan hukum oleh Penuntut membuat terdakwa dihukum hakim diduga tidak sesuai. Hal ini VMR menjalani hukuman di Lapas Kelas II Kabupaten Banyuasin. (24/08)

Kurnia. Ibu kandung VMR didampingi Penasehat Hukum Muhammad Ibrahim Adha, SH.,M.H.,ECIH. jumpa Pers (22/08/2025) mengatakan. Perkara tindak Pidana Khusus anak Nomor 3/Pid.Sus. Anak/2025/PN.PKB diputuskan Pengadilan Negeri Pangkalan Balai Tanggal (19 Juni 2025) Jo dan Putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor : 8/PID.ANAK/2025/PT.PLG Tanggal (10 Juli 2025) terdapat keliruan penerapan aturan hukum .

Lanjut. Surat dakwaan penuntut umum Perbuatan Anak sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 80 Ayat (2) Jo Pasal 76C Undang-undang Republik Indonesia (RI) Nomor 17 Tahun 2016. Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016. Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang.

Padahal. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014. Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Tentang Perlindungan Anak, hal ini mengingat Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76C masih belum diubah atau diamandemen dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2016. Ujar Penasehat Hukum.

Sidang putusan Tanggal (19/06/2025) ternyata Hakim mengadopsi dakwaan penuntut umum dengan memperhatikan Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76C Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 sebagai dasar mengadili dan memutus perkara tindak pidana khusus anak yang dilakukan oleh VMR dengan amar putusan, mengadili Anak dijatuhi Pidana penjara selama 2 tahun 3 bulan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas I Palembang dan pelatihan kerja selama 3 bulan di Panti Sosial Marsudi Putra Dharmapala Inderalaya.

Artinya. Dinilai penerapan hukum tidak sesuai dengan Pasal 143 ayat (1) dan (2) KUHAP dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor : SE.004 / J.A / 1 1 / 1993. Tanggal 16 November 1993. Tentang Pembuatan Surat Dakwaan,yang mengakibatkan dakwaan menjadi cacat hukum seharusnya VMR bebas dari dakwaan dan tuntutan.

Proses persidangan di tingkat penuntutan, tidak memenuhi kewajiban menurut UU Nomor 11 Tahun 2012. Tentang Sistem Peradilan Pidana yang mengedepankan Diversi dan upaya hukum terakhir (ultimum remedium). Proses pemeriksaan dipersidangan begitu cepat dilakukan 6 (enam) dalam waktu seminggu tanpa memperhatikan perbuatan (mens rea) dan actus reus (perbuatan).

Lanjut. Dalam Dakwaan Visum Et Repertum dituangkan penyiraman ke tubuh korban Anak merupakan cairan zat kimia cair, sedangkan di dalam dakwaan asam sulfat bagian dari zat kimia cair tetapi zat kimia cair belum tentu hanya asam sulfat. diduga keluarga korban mempermainkan keluarga VMR. Berawal minta uang damai sebesar Rp.50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah) saat itu keluarga VMR hanya pegang uang sebesar Rp
3.000.000. (Tiga Juta Rupiah) diterima oleh orang tua MRS. disayangkan ketika akan melakukan perdamaian pihak mereka naikkan jadi Rp.100.000.000. (seratus juta).

Keluarga VMR. Minta Majelis Hakim Kasasi dengan putusan bebas terhadap VMR. Pihak Mahkamah Agung (RI) dan Kejaksaan Agung (RI) dapat melakukan tindakan administratif sesuai ketentuan hukum. Ujarnya( TIM)

_____AMB_____
Redaksi Batammoranews.com

Sofian Ang David