Batammoranews.com, 7 September 2025
Jakarta – 25 Agustus 2025 – Senin lalu, di depan gedung DPR/MPR, ribuan masyarakat dari berbagai lapisan—mahasiswa, buruh, hingga warga biasa—bersatu dalam unjuk rasa besar yang mengguncang ibu kota. Gerakan yang viral lewat tagar #BubarkanDPR ini mencurahkan protes terhadap ketidakadilan struktural, tuntutan reformasi, hingga kritik terhadap elite politik yang dianggap kehilangan arah.
Orasi yang Menggema di Mobil Komando
Seorang orator mewakili kerumunan mahasiswa dengan lantang berseru:
“Sepakat kita bubarkan DPR? Mereka kerja tidak sesuai kemauan rakyat itu sendiri.”
Seruan ini terdengar berulang, menyuarakan narasi kolektif bahwa lembaga legislatif sudah menyimpang dari aspirasi rakyat.
(dikutip dari CNN Indonesia)
Meninggalnya Affan Kurniawan: Titik Didih Gelombang Aksi
Momentum puncak eskalasi terjadi setelah seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas terlindas kendaraan taktis polisi saat aksi berlangsung di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Jenazah Affan menjadi pemantik amarah kolektif—mendorong mahasiswa dan rakyat biasa bersuara lebih lantang.
Aliansi Mahasiswa & Civitas yang Terlibat
Meski tak ada satu otoritas pusat yang memimpin, beberapa organisasi mahasiswa muncul sebagai representasi tuntutan. Contohnya, Badan Eksekutif Mahasiswa UI (BEM UI)—yang dipimpin oleh Agus Setyawan—memenuhi undangan DPR pada 3 September, menuntut pembahasan RUU Perampasan Aset dan penghapusan tunjangan anggota DPR.
Inti Tuntutan: 17 + 8 Tuntutan Rakyat
Setelah aksi, narasi gerakan ini dirangkum dalam 25 tuntutan yang dibagi menjadi dua kategori:
17 Tuntutan Jangka Pendek (Deadline: 5 September 2025)
Meliputi desakan agar Presiden menarik TNI dari ranah sipil, penghapusan kriminalisasi demonstran, pengusutan korban kekerasan secara independen, hingga transparansi fasilitas anggota DPR dan pengurangan tunjangan berlebihan.
+8 Tuntutan Jangka Panjang (Deadline: 31 Agustus 2026)
Menyoroti reformasi institusi seperti DPR, partai politik, Polri, TNI, serta reformasi sistem pajak, klitk dan audit APBN, penguatan lembaga pengawas HAM, sampai evaluasi kebijakan ekonomi inklusif.
Kedua rangkaian tuntutan ini mendemonstrasikan bahwa gerakan ini bukan sekadar reaksi spontan, melainkan ambisi reformasi struktural yang terencana.
Mengapa Gerakan Ini Mengusik Lembaga?
Simbol Krisis Legitimasi
Tagar #BubarkanDPR menjadi cerminan hilangnya kepercayaan publik. Di tengah pandemik ekonomi, kebijakan pro-politisi seperti tunjangan rumah senilai Rp50 juta per bulan mengundang kecaman publik.
Kematian Affan—Pecah Titik Ketegangan
Aksi semakin meluas ketika warga umum, khususnya pengemudi ojek daring, turut terdorong oleh tragedi Affan, seolah mereka juga “begitu dekat dengan petaka”.
Momen Inspiratif bagi Aktivisme Mahasiswa
Organisasi seperti BEM UI menghadirkan kontroversi dan pemberdayaan akademik dalam aksi—memperkuat tuntutan agar protes menjadi diskursus formal dengan menghadirkan tuntutan ke meja pemerintah.
Unjuk rasa #BubarkanDPR bukanlah sekadar lonjakan spontan—ia adalah amanat kolektif yang dituangkan dalam 17 + 8 Tuntutan Rakyat: tuntutan politik, hukum, ekonomi, dan moral untuk reformasi nasional.
Dengan kutipan orasi mahasiswa yang menggugah:
“Sepakat kita bubarkan DPR? Mereka kerja tidak sesuai kemauan rakyat itu sendiri.”
… gerakan ini menegaskan bahwa rakyat menuntut akuntabilitas, bukan retorika. Langkah selanjutnya kini tergantung pada respons konkret pemerintah dan DPR—apakah gerakan ini menjadi motor perubahan atau sekadar kenangan peringatan 25 Agustus 2025.
_____AMB______
Redaksi Batammoranews.com